Tentang Siapakah yang Datang ke Pemakamanku, Saat Aku Mati Nanti?
Halo..
Assalamualaikum...
Sesuai dengan judul blogpost ini. Pertanyaan demikian terlintas lagi di pikiran saya.
Judul diatas juga merupakan judul buku karya Kim Sang Hyun. Saya membeli bukunya sejak jadwal pra pesan. Bermodalkan daya tarik teman bookish yang juga mempromosikan buku tersebut, sepaket notebooknya juga. Saya mencatatkan label kepemilikan 'punya iyik' dalam buku itu pada Nopember 2020.
Saya jadi mengingat-ingat lagi, saat itu apakah saya juga sedang menjalani hari-hari yang terasa berat.
Seperti sekarang, saya memilih untuk mengulang buku bacaan ini sebagai pilihan refleksi diri sendiri. Menurut sepengalaman saya yang lalu, seperti ada getaran rasa mudah tersentuh setelah baca buku ini. Kemudian hasil perasaan yang hadir kembali adalah percikan tangis kecil yang bisa melembutkan hati.
Sebut saja ini hanya istilah, tentang situasi melembutkan hati bagi saya seperti cara bertahan merangkul diri sendiri. Bonus perasaan lega.. untuk menghadirkan rasa hangat di hati dan tenang di kepala yang bisa diterima dan didapatkan kembali.
Saya merekomendasikan buku ini!
Salah satu sub judul dari buku ini berisi "hujan musim semi". Sering kali saya bawa dalam renungan. Tentang bersikap menghargai diri sendiri.
Si penulis bekisah dengan tulusnya, beliau berpesan, jalanilah setiap rutinitas dengan gairah. Hingga kita mampu mewarnai setiap moment dengan keceriaan.
Jika tidak bisa menghargai sesuatu yang sedikit sederhana, jadilah itu kesalahan fatal yang bisa menyebabkan kesusahan diri!
Mengabaikan "tanda-tanda" yang meragukan diri, ada kalanya mendatangkan penyesalan. Ketika terjadi kesalahpahaman atau sedemikian perpisahan. Ditambah pula bisa-bisanya diri sering kali terjebak mengulangi kesalahan yang sama, meski tahu penyesalan akan datang dan berputar kembali.
Ya, kamu bagaimana kabarnya?
Demikian jugakah kamu pernah berjuang?
Ada kalanya, saya juga di posisi itu. Pernah berjuang dengan banyak rasa bersalah. Rasa yang tertinggal di tubuh sendiri. Jiwa dan diri yang bertentangan gaduh. Hingga tanpa sadar perlahan mengikat tubuh saya dengan sesak yang tidak terurai. Sebagaimana yang bisa meyelesaikannya adalah diri sendiri. Saya sungguh menyesal pernah melakukan hal buruk itu kepada diri saya. Sungguh :(
Matahari terbit dan tenggelam. Hari berganti. Saya juga mengingat banyak tentang konsep "segenggam pasir" yang bisa kita terima. Hal demikian seperti satu pilihan dari sikap kita: adakalanya harus banyak belajar melepaskan genggaman. Pasir yang digenggam terlalu erat hanya akan runtuh bertaburan. Hal itu hanya kesialan belaka. Namun, dengan kelembutan dan sentuhan kasih, pasir mampu tergenggam dengan layak di tangan.
Sedemikian, jika kita mengidamkan hal-hal baru, terlebih secara terburu-buru. Berhati-hatilah jika seolah-olah itu bisa mengalihkan fokus kita pada sesuatu yang tidak dimiliki, atau bahkan bisa menghancurkan sesuatu yang sudah dimiliki.
Oh seperti itu jugakah ya rasanya ...
Tantang menjalin hubungan dengan orang lain. Kita bisa menerima dan memberi dalam satu kesempatan yang berbeda. Jika tidak hari ini mungkin saja besok atau di tahun-tahun kehidupan selanjutnya. Entah bagaimana rasanya bisa menyadari, oh apakah saya dlu pernah menyakiti hati seseorang, hingga merasakan 'balasan' sedemikian juga. Atau terlintas hendak menantikan orang yang pernah menyakiti hati itu, akan datang menyadari dan entah mungkin mencoba meminta maaf. Entah juga apakah pikiran itu pantas. tapi yang pasti rasanya melelahkan sekali.
Merefleksi sesuatu yang tumbuh dalam diri saya sendiri, rasa sensitif rasanya semakin menebal saja, seiring mungkin karna bertambahnya usia. Radar membatasi mulai berkembang di kepala saya ketika situasi mulai menyusahkan saya. Meskipun emosi saja meledak-ledak dalam sekejap, situasi itu muaranya akan kembali menyakiti hati saya sendiri.
Tentu tidak tiba-tiba jadinya proses itu..
Meskipun sungguh perlahan saya mulai banyak belajar menyadari jenis jenis empati kepada orang lain. Sehingga mulai merawat diri sendiri untuk membatasi pilihan lingkaran aman bagi saya sendiri.
Tentu tidak tiba-tiba jadinya hasil yang diharapkan..
Saya semakin suka 'hal-hal manis', hangat dan dekat; seperti senyuman tipis bertanda sesuatu. Belaian ubun-ubun di kepala diserta ucapan singkat. Pelukan yang tidak terduga setelah saling tatap, meskipun tanpa sebab berjumpa. Atau bahkan bertolak candaan dengan rasa ingin marah saat menunggu reaksi seseorang yang menggemaskan. Moment yang hangat sekali.
Berserah pada kuasa Takdir Nya memang yang terbaik. Dan soalan maaf memaafkan, saya pun ingin sering mengulang dan menyakinkan proses itu hanya untuk diri saya sendiri, membebaskan diri sendiri dari rasa melelahkan jiwa. Cukup sampai dibatas itu.
Kita seperti bisa dengan mudah melepaskan beban. Harus ada yang diberikan untuk mendapatkan sesuatu. Ada yang datang, ada pula yang pergi. Memberi dan menerima perasaan kepada diri sendiri dan orang lain pada akhirnya adalah tentang berempati: memahami kondisi orang lain, sebagaimana juga kita ingin diperlakukan. Selebihnya... kurangi ekspetasi. Saya percaya itu langkah yang bijak!
Sisi tajam pisau sungguh menyakitkan, itulah sebab kita tidak menggenggamnya. Begitu pula, satu jari yang menunjuk orang lain, akan mencerminkan empat jari yang harusnya dipertanyakan.
Bagaimanakah kita bersikap?
Ya, mungkin tidak selalu begitu mudahnya...
Apapun itu, fitrah kita adalah manusia yang mudah berubah dan berbalik hati.
Semoga perubahan itu semua tentang arah kebaikan saja ya. Amiin.
Lantas, pengakuan sebagaimana yang bisa kita pertanyakan... tentang siapa yang akan datang ke pemakaman kita saat kematian itu tiba?
Jawabnya... menurut saya tak lain adalah amalan yang bergantung pada raga kita selama hidup. Juga, mungkin... orang-orang yang sering kita sebut sebagai keluarga, kekasih hatimu, sahabat karibmu atau bahkan jika beruntung orang-orang yang juga sempat beririsan keperluan sebagai temanmu, atau rekan-rekanmu saat pernah berjuang bersama.
Semoga diantara mereka yang datang itu, hanya ada banyak doa-doa baik yang bergema berulang-ulang, hingga Malaikat membawa kabar baik kepada Allah swt. agar juga menyatakan itu kebenaran yang valid untuk diri kita.
Amiin yarobbal alamin.