Bissmillah..
Semoga gak ada yang komplen dengan judul yang saya tulis di atas.
Semoga gak ada yang komplen dengan judul yang saya tulis di atas.
Saya menamakan situasi yang saya
alami sekarang sesuai dengan judul yang saya tulis diatas.
Skripsi
Blues Syndrom
Alasan saya menyebutkan situasi ini
sebagai syndrom karena berdasarkan pada kenyataan. Entahlah istilah syndrom ini muncul
dalam pikiran saya. Benar juga, tentang pepatah yang mengatakan “kamu adalah
apa yang kamu baca”.
Penyabab dari ketidakjelasan ini diawali
saat telinga saya terusik pembicaraan ibu-ibu yang bersebelahan dengan
saya di dalam angkot *menuju kampus. Seorang yang memakai seragam putih, dugaan saya
dia sebagai konsultan dadakan seorang Ibu yang sedang menggendong anaknya dan
seorang lagi yang memakai daster coklat dengan perut yang membusung pastinya karena hamil. Entah juga, saya memprasangkakan
si Bumil itulah yang jadi sentral masalahnya. Mereka membicarakan tentang persalinan bayi
mulai biaya sampai sikap suami mereka. Subhanallah, banget itu ibu-ibu ngegosipin suaminya masing-masing. Malangnya, saya ikut menjadi pendengar buah
bibir yang mereka nikmati.
Sampai ketika mereka juga menyebut-nyebut tentang “Postpartum Depression” atau baby blues syndrom, hingga membantu kening saya terkerut (huah!) Sepertinya saya femiliar dengan istilah itu. Tak lain juga, saya ingat-ingat karena pernah nonton berita tentang syndrom tersebut.
"Baby Blues Syndrom merupakan sebutan tentang perasaan sedih dan gundah yang dialami ibu muda yang baru saja melahirkan bayinya" (hasil riset googling menghasikan fakta-fakta yang mencenangkan tentang syndrom ini, amaziiing). Aneh memang. Perasaan senang menanti kelahiran buah hati ternyata pada sebagian ibu bisa berubah menjadi depresi bahkan setelah mengalami proses kelahiran bayinya. Namun sekarang, saya tidak berniat
membahas dan memperpanjang persoalan baby blues syndrom yang di alami ibu-ibu
itu. Semoga para ibu muda itu mampu menghilangkan depresinya dengan berdoa dan
bertawakal kepada Allah untuk meminta perlindungan terbaik.
Sampai ketika mereka juga menyebut-nyebut tentang “Postpartum Depression” atau baby blues syndrom, hingga membantu kening saya terkerut (huah!) Sepertinya saya femiliar dengan istilah itu. Tak lain juga, saya ingat-ingat karena pernah nonton berita tentang syndrom tersebut.
"Baby Blues Syndrom merupakan sebutan tentang perasaan sedih dan gundah yang dialami ibu muda yang baru saja melahirkan bayinya" (hasil riset googling menghasikan fakta-fakta yang mencenangkan tentang syndrom ini, amaziiing). Aneh memang. Perasaan senang menanti kelahiran buah hati ternyata pada sebagian ibu bisa berubah menjadi depresi bahkan setelah mengalami proses kelahiran bayinya.
Sesampai saya di kampus, dengan setengah tenaga menuju perpustakaan, pengaruh syndrom ibu-ibu
tadi belum hilang dari pikiran saya. Bahkan sampai juga berpikir bahwa saya juga sedang
meraskan suatu syndrom yang aneh. Tapi sudah pasti bukan syndrom baby blues. Saya
menyebutnya “Skripsi Blues Syndrom”. Seperti saya merasakan beberapa gejala-gejala yang juga biasa terjadi saat baby
blues syndom melanda. Diantara tanda-tandanya itu memiliki kesamaan dengan yang
saya rasakan adalah : Menangis tanpa sebab, mudah kesal, lelah, gemas, tidak
sabaran, tidak percaya diri, sensitifitas yang meningkat dan sulit beristirahat
a.k.a sulit tidur.
Saya agak kaget sesaat memikirkan hal ini,
bahkan ketika menuliskan perihal ini. Dengan kareakteristik yang saya baca sampai membelalakkan mata untuk meyakinkan keterangan tanda-tanda syndrom tersebut. Bagaimana tidak, kesemua tanda-tanda itu juga sedang saya rasakan.
Saya menganalisis ulang tentang apa yang
saya rasakan, teringat dengan skripsi yang entah apa kabarnya. Cek punya cek saya membuka file di laptop, astaga,
saya belum merevisi apa-apa. Bahkan saya hanya menulis satu lembar dan itupun
berupa cover proposal dan hanya bertuliskan judul terbaru setelah hasil diskusi
bersama pembimbing skripsi tentang manfaat dan tujuan penelitaian saya.
Perasaanya saya pun menjadi tambah sensitif, situasinya bertambah dramatis
ketika seseorang disebelah saya yang terlihat benar-benar asyik bermesra dengan
laptopnya, melentikkan jarinya di keyboard sembari terus-menerus melihat referensi
skripsi lain di sampingnya, bersemangat sekali. Sedangkan saya, asyik "sok"
bersibuk diri dengan dengan itu-ini yang masih antah-berantah. ekspresi *nelan ludah plus bibir
manyun pun show-in*
Saya teringat Ayah dan rindu Mamak.
Prilaku saya yang sepertinya
mengabaikan skripsi merupakan momok pikiran. Saya kehilangan semangat seperti
ketika mendapat inspirasi tentang permasalahan literasi, semangat berburu
tanda tangan kajur untuk acc, serta rasa senang setelah saya resmi mendapatkan
barcode judul. Kemudian pengalaman curi-curi waktu sang dosen idola untuk
berharap bimbingan beliau, tak lain demi kelangsungan hidup skripsi saya yang
malang. Hingga mungkin beliau iba memberikan pencerahannya setelah saya seperti
memata-matainya di sekitaran ruang dosen -sunggguh mengasyikkan. Bahkan
ketika bertemu dengan beliau, serasa jantung berdetak tidak lagi normal. Saya menggagumi
Papi Dosen kebanggaan saya.
Berdasarkan segala kegalauaan ini, entah
mengapa, saya terpikir ingin mengubah istilah baby blues syndrom yang biasa
dialami ibu-ibu pasca melahirkan dengan mengubah istilah tersebut menjadi skripsi
blues syndrom. Sehingga, dari istilah itu hendaklah saya simpulkan bahwa
skripsi blues syndrom adalah perasaan resah, sedih dan binggung yang dialami
mahasiswa tingkat akhir setelah mendapat acc judul untuk “memulai” melanjutkan
dan memecahkan permasalahan yang ada untuk dilaporkan menjadi proposal,
dimajukan untuk melaksanakan seminar proposal. Kemudian menuntaskan bab 3, 4 dan 5 agar
menghasilkan skripsi yang nyata untuk mendapatkan reward sensasi meja hijau, pengumuman hasil gelar dan momen graduation. Tentu saja, proses yang tidak bisa di bilang sekedar mudah tetapi juga tidak sesulit yang terbayangkan.
Ribet ya? Hah, ringkasnya masa SBS ini
adalah masa yang menyebalkan dan hanya akan di mengerti oleh mereka yang sedang
merasakan dan menikmati pilunya proses semester akhir di perguruan tinggi.