Suara adhzan Ashar mengumandang, ketika saya
dan Rona (teman saya) sedang asyik menikmati mie sop yang menggiurkan. Sudah
hampir dua jam kami duduk di kedai Baruna yang sudah terkenal seantero kota
Binjai. Mungkin, dikesempatan lain saya akan berbagi cerita tentang nikmatnya
mie sop yang konon sudah saya gandrungi sejak menjadi bocah. Panggilan azhan
menggerakkan kami untuk bergegas menyelesaikan hidangan. Kami bersegera
mendiriakn sholat dan memutuskan menyinggahi mesjid Ar-Rahman di daerah Tanah
Tinggi, Binjai. Kondisi mesjid yang sudah hampir selesai direnovasi ini cukup
nyaman dan bersih. Alhamdulillah, jamaahnya juga lumayan banyak.
Setelah membekali diri dengan wudhu, kami
langsung bergegas dengan mukena dan posisi untuk mendirikan sholat. Pada saat
itu, ada seorang ibu-ibu berkerudung hitam dan gamis berwarna biru dongker
-yang saya pikir- bersama anaknya yang memakai kerudung dan gamis berwarna
ungu. Sekilas kening saya berkerut dan kembali memperhatikannya,
"sepertinya saya mengenali si gadis cilik itu". Setelah kami
menyelesaikan 4 rakaat, telinga saya terpancing suara merdu seseorang yang
melantunkan ayat Al-quran dengan selingan sahutan yang membenarkan bacaan dan
tajwidnya. Sifat kepo saya terus menggoda untuk menoleh ke belakang. Lantas,
sontak saja lengkung bibir gadis cilik itu mengembang. Dia tersenyum dengan
sumringah, cantik dan bercahaya. Saya pikir tidak berlebihan mengatakannya, dia
benar seperti itu. Saya berusaha mengimbangi ramah senyuman miliknya, tapi tak
berdaya karena terpesona dengan cahaya yang dimilikinya.
“lagi
setoran hapalan ya, Dek?”
“Iya, kak”
Dia kembali tersenyum dan membuatku lagi-lagi tidak berkutik untuk berusaha
mengimbangi santun senyumnya. Umminya datang padaku, menyodorkan tangannya
terlebih dahulu untuk bersalaman. Dan aku kalah start -dalam hati saya masih
terus berpikir seperti mengenali Ummi dan gadis cilik pemilik senyum itu.
Mereka benar tidak asing, saya pernah melihat mereka tetapi....
“Ini anak
saya” sahut sang ibu yang sambil mengingatkan untuk menyalamiku, seolah aku
berarti bagi anaknya.
“Tadi,
anaknya lagi murojaah ya, Buk?
“Iya,
Alhamdulillah.. Sudah tambah hapalannya, sekarang sudah 9 Juz”
Aku
bertakjim sambil membelalakkan mata dan sumringah yang kupunya.
“Maaf, saya seperti kenal, tapi... Adek siapa namannya? Tanyaku pada si gadis cilik yang sedang melihat Umminya.
“Maaf, saya seperti kenal, tapi... Adek siapa namannya? Tanyaku pada si gadis cilik yang sedang melihat Umminya.
“Nake... Kak”
“Hem, siapa
dek, kok gak kedengaran?” ulang saya karena memang suara si gadis cilik sangat
lembut.
“Naken dek..
Anak saya, mungkin Adek pernah lihat saat dia jadi finalis Hafiz Quran di Trans
7” jawab Umminya, memperjelas.
“Ahh iya,
ingat. Saya juga nonton itu sewaktu Ramadhan kemarin, bu.. sama temanya Kaifa,
kan?
"Iya,
Kak" kata si cilik dengan senyum yang membuatku cemburu.
“Wah, bisa
jumpa di sini ya.. Adek tinggal di daerah sini? Rumahnnya dimana?” serobotku
dengan pertanyaan.
“Di
Sukaramai, Kak”
“Hah?
Disana?”
Dia menjawab
dengan anggukan kepala yang sangat polos dan elegan.
“Mau ya foto sama kak? Kakak terkadang agak suka narsis juga dek” candaku karena teringat sifat norakku. Dia lagi-lagi menjawab dengan anggukan kepalanya saja. Saya persiapkan hp dan menugaskan Rona yang sedari tadi juga bersama kami. Dua kali suara blitz kamera menyala. Rona menyerahkan hp dan ikut menyalami si gadis cilik. Aku berterimakasih padanya, sambil menyentuh pipinya yang lembut dan putih dan ku katakan:
“Subhanallah, semangat terus ngapalnya ya dek.. Semoga hapalannya bisa terjaga selalu sampai 30 Juz”
“Mau ya foto sama kak? Kakak terkadang agak suka narsis juga dek” candaku karena teringat sifat norakku. Dia lagi-lagi menjawab dengan anggukan kepalanya saja. Saya persiapkan hp dan menugaskan Rona yang sedari tadi juga bersama kami. Dua kali suara blitz kamera menyala. Rona menyerahkan hp dan ikut menyalami si gadis cilik. Aku berterimakasih padanya, sambil menyentuh pipinya yang lembut dan putih dan ku katakan:
“Subhanallah, semangat terus ngapalnya ya dek.. Semoga hapalannya bisa terjaga selalu sampai 30 Juz”
“Amiin. Iya,
Kak. Terimakasih” jawabnya dengan anggukan kepalanya lagi. Sambil melihat
posisi Umminya yang sudah menunggu di pintu mesjid, menunggu anaknya, seperti
membiarkan bahwa anaknya memiliki fans yang norak sepertiku.
Pertemuannya sudah selesai. Mereka –ibu dan anak- itu tersenyum dan “izin”
untuk pulang lebih dulu. Sedangkan, saya dan Rona masih melanjutkan
perbincangan.
“Emang kenal
kau sama dia, Yik?” tanya Rona.
“Iya Ron,
tahu, aku lihat di di TV. Aku memang penasaran tadi, sebelum kita ngobrol sama
orang itu. Seingatku si Naken itu memang gak dapat juara, tapi dia memang beneran
kerennya”
“Iya ya, aku
pun heran, gimana caranya kok bisa kuat ngapal Al-quran. Entah la, yik,
aku bacanya aja megap-megap". Curhat Rona lagi.
Aku terdetak dalam hati.
“Lahh.. Ron,
aku juga begitu. Itu makannya aku jadi norak tadi, karena apapun ceritanya aku
kagum sama-orang-orang yang bisa menghapal Al-Quran. Apalagi anak seumuran si
Naken itu, gak kebayang aja aku nanti cerdasnya (baca: Naken) kalau udah
dewasa. Terus belum lagi dipikir-pikir betapa keren dan disiplin orang tua yang
menjadikan anaknya menjadi seorang Hafiz Al-Quran. betapa beruntung
orang-tuanya (meskipun mungkin saja si Naken yang beruntung dididik sama
Mamaknya- sampai begitu-). Anak berumur 9 tahun, sudah hapal 9 Juz Al-Quran. SubhanAllah.
Belum lagi si Musa yang jadi hafiz Al-quran, 29 Juz menuju 30 Juz di umur 5
tahun. SubhanAllah.
Apa yang harus saya katakan lagi? Dalam hati
saya membathin. Berkaca pada diri sendiri yang terlampau dhoif. Dari mana
datangnya hikmah jika kita tak hendak untuk belajar. Belajar dengan
kebersungguhan, dengan hanya mengharap ridho dan lindungan Allah, untuk menjaga
diri dari kemampuan ilmu dan pengetahuan yang tidak bermanfaat –seperti ilmu
yang tidak membawa barakah menuju bekal di akhirat-.
Apalagi, apalagi yang pantas saya pikirkan?
Tentang mereka yang bermampu dan bergiat untuk kemampuan menghapal itu –bukan
hanya kepada anak-anak dengan umur yang masih belia, tetapi juga kepada mereka
yang telah berteguh dengan hapalan al-Qurannya. Sungguh saya menjadi manusia
paling cemburu dalam hal menghapal. Sungguh saya manusia yang paling merugi
dalam ketekunan mempelajari Al-Quran. Semoga Allah mengampuni saya. Semoga
Allah membimbing saya untuk bermampu mempelajari Al-Quran. Semoga Allah
membimbing saya untuk selalu mencintai Al-Quran. Semoga Allah selalu membimbing
kita semua untuk lebih mencintai Al-Quran. Amiin
Salah satu, dalam hal keutamaan penghafal
Al-Qur’an, terdapat riwayat dari Bukhari, no. 497 dari Aisyah dari Nabi sallallahu alaihi wa
sallam bersabda: “Perumpamaan yang membaca Al-Qur’an sementara dia
menghafalkannya bersama para Malaikat. Sedangkan perumpamaan yang membaca
Al-Qur’an sementara dia menjaganya dengan sungguh-sungguha maka dia mendapatkan
dua pahala.”
Dalam Q.S
Faathir 35:29-30: "Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab
Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami
anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu
mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan
kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri."
#30112014
~Dalam
Perenungan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar