Sampai sekarang aku masih
percaya, pertemuan pertama yang berkesan akan menyisakan alasan-alasan baru
untuk memendam perasaan. Tidak penting perasaan seperti yang terpendam
berikutnya. Pointnya adalah aku selalu merindukannya. Sejak peristiwa itu
terjadi, aku percaya bahwa berikap ramah menjadi pintu menemukan hal-hal baru.
Bahwa dahsyatnya assalamu'alaykum dan
senyum menjadi hal yang sangat urgent
untuk menjalin persaudaraan.
Aku terkenang seorang
kakak yang kurindu tanpa alasan.
Seorang ukhti yang sejak pertemuan
pertama -dan hanya sekali itu saja- sudah mengoncangkan persepsiku. Pertemuan itu
pun natural adanya. Tidak tersinggung sama sekali di hatiku bahwa si Kakak
sudah berkesan dalam bagiku.
Stasiun kereta api Medan menjadi
setting perjumpaan kami. Saat itu, aku masih berstatus sebagai mahasiswa. Bisa
dikatakan, saat itu sebenarnya aku dalam kondisi perasaan yang teramat
sensitif. Judul proposal skripsiku mengalami problematika yang pelik. Dosenku merajam
hatiku dengan nasihat baik. Peristiwa itu juga kusadari sebagai kesalahanku.
Aku sadar dengan nasihatnya dan berusaha bersangka baik dengan mempercayainya. Spedometer hatiku rasanya bergejolak
naik dan turun. Satu, dua, tiga, empat hari kuhantam dengan perenungan. Di hari
yang kelima aku masih melakukanya. Saat itu kududuk menyendiri di kursi tunggu
dekat musollah stasiun kereta api Medan. Waktu Zuhur akan berkumandang, namun
aku masih asyik dengan buku yang kubaca dan handsfree yang melantunkan instrumental
klasik di telingku. Aku sedang berhalangan ber-ruku dan bersujud dengan mukena seperti
beberapa orang yang khusyuk di dalam Musollah.
Menunggu jadwal
keberangkatan kereta api terkadang memang menyenangkan. Sering terjadi aku
menemukan teman-teman sejawatan yang juga warga Binjai atau bahkan kenalan baru. Di hari itu, matahari
mendung membuatku mengantuk saat menunggu jadwal keberangkatan kereta api
Medan-Binjai yang akan membawa kupulang. Entah bagaimana kuuraikan mulanya, spertinya tiba-tiba cahaya
terang menghadiakanku kehangatan. Dialah Kak Rani. Kakak yang masih menyisakan
persoalan hati yang tak selesai. Aku rindu dia. Berkali aku doakan dia sehat
dan teragak mau merindukanku juga. Pun sudah kurujuk pada Allah Sang Kuasa,
agar aku diperjumpakan kembali dengan Kak Rani. Dan semoga aku bisa berjumpa
disaat mimpiku sudah terwujud.
Bagiku, Kak Rani spesial.
Aku teramat ingin bercerita dan melakukan ini-itu bersamanya. Aku ingin mendengar cerita-cerita kerennya. Tak habis senyumku mengingat
cericaunya yang lugas dan bersahabat. Dia mempengaruhiku dengan sangat tidak
wajar. Selama 45 menit dia menerobos ke dalam hatiku, memporak-porandakan
impianku. Dia seperti menjadikanku memiliki impian baru. Iya, dia melakukan itu
tanpa kusadari sedari awal. Dia hanya menyisakan percik aroma yang selalu
kurindukan. Sebaris nomor hp-nya yang sekarang sudah tidak lagi aktif.
"Assalamu'alaykum kak Rani, apa kabar dirimu? Dimanakha dirimu?”
"Assalamu'alaykum kak Rani, apa kabar dirimu? Dimanakha dirimu?”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar